Jam

Kamis, 31 Oktober 2013

langkah membuat diagram pareto



Masalah kualitas muncul dalam bentuk “defect”.
Adalah penting untuk melakukan klarifikasi pola distribusi dan menemukan penyebab utama “defect” tersebut.

Jika penyebab utama dari “defect” dapat diidentifikasi, kita dapat menghilangkan hampir dari seluruh masalah “defect” itu sendiri, yaitu dengan memusatkan perhatian pada penyebab-penyebab utama ini.

Pada tahun 1897, ahli ekonomi & sosiologi Italia Vilfredo Pareto mempresentasikan formula distribusi dari kekayaan berbagai negara.

Teori yang serupa disampaikan oleh ahli ekonomi US M.C. Lorenz pada tahun 1907.
Keduanya menekankan bahwa sebagian besar dari kekayaan atau kemakmuran hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk / negara.

Dalam bidang Quality Control, Dr. J. M. Juran (pakar manajemen kualitas) mengaplikasikan metode diagram Lorenz’s sebagai formula untuk mengklasifikasikan masalah kualitas kedalam “vital few”(sedikit tapi penting) dan “the trivial many” (banyak tapi tidak penting) & menamakannya Analisa Pareto.

Hal ini dikenal dengan aturan “ vital view and trivial many” atau 20 % dari sesuatu bertanggungjawab akan 80% hasil-hasilnya.

Penekanannya adalah : dalam banyak kasus, sebagian besar masalah defect, hanya disumbang oleh sebagian kecil penyebab utama. (Prinsip 80/20)

Bagaimana membuat Pareto Diagram :
Langkah 1 :
a.Memutuskan masalah yang akan diselidiki
Mis : Item defect, kerugian keuangan, kejadian kecelakaan.
b.Menentukan data apa yang diperlukan dan bagaimana untuk mengklasifikasikannya
Mis : berdasar tipe data, lokasi, proses, mesin, pekerja dsb
c.Menentukan metode pengumpulan data dan periodenya

Langkah 2
Merancang lembar pengisian data.

Langkah 3
Mengisi lembar pengisian data dan menghitung jumlah total pencatatan. (Tabel 3.1)

Langkah 4
Membuat daftar data sheet untuk diagram Pareto yang berisi tipe defect, jumlah defect, nilai kumulatif defect, persentase defect & persentase kumulatif defect.

Langkah 5
Susunlah item defect berdasarkan jumlah,
dan mengisi daftar data sheet untuk diagram Pareto.

Note : Item defect “others” harus diletakkan di bagian bawah, tidak perduli berapapun besarnya. Hal ini disebabkan “others” terdiri dari berbagai komponen defect yang secara nilai lebih kecil dibandingkan dengan item defect yang sudah didefinisikan.

Langkah 6
a.Gambar dua sumbu vertikal dan horisontal.
b.Bagi sumbu vertikal sisi kiridengan skala dari 0 sampai sejumlah total number defect.
c.Bagi sumbu vertikal sisi kanandengan skala dari 0% ke 100%.
d.Bagi sumbu horisontal dengan jumlah interval
sesuai dengan tipe defect.

Langkah 7
Buat diagram batang. Item defect yang mempunyai jumlah terbanyak diurut dari kiri ke kanan, tempatkan others di bagian paling kanan.

Langkah 8
a.Gambar Kurva Kumulative (Kurva Pareto).
b.Tandai nilai kumulatif (kumulatif total atau kumulatif %), di sebelah kanan interval masing-masing item defect, dan hubungkan dengan garis.

Langkah 9
a.Tulislah hal-hal yang dianggap perlu pada diagram Pareto :
b.Hal yang berhubungan dengan diagram : seperti title, nama pembuat diagram pareto dsb.
c.Hal yang berhubungan dengan data : periode, subyek dan tempat pengambilan data serta total jumlah data yang diambil.

Ada 2 tipe diagram Pareto :
1.Diagram Pareto berdasar kejadian / hasil yang terjadi:
Adalah diagram yang berkaitan dengan hasil yang tak diinginkan, dan dipakai untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab utama permasalahan :
a.Quality : defect, kegagalan, complain, part kembalian, repair.
b.Cost : nilai kerugian, pengeluaran
c.Delivery : stock shortage, delivery tertunda, default pembayaran
d.Safety : kecelakaan, kelalaian

2. Diagram Pareto berdasarkan penyebab :
Adalah diagram yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab defect yang ditemukan di proses produksi, dan digunakan untuk mencari tahu penyebab utama defect tersebut :
a.Operator : shift, grup, umur, pengalaman, ketrampilan, kepribadian
b.Mesin : mesin, peralatan, instrumentasi
c.Material mentah : manufaktur, lot
d.Methode : instruksi kerja, SOP

Kegunaan Diagram Pareto :
1.Menunjukkan persoalan utama.
2.Menyatakan perbandingan masing masing persoalan terhadap keseluruhan.
3.Menunjukkan perbandingan sebelum dan setelah perbaikan.
4.Untuk prioritas penyelesaian persoalan

diagram Paretto

 Diagram Pareto
        Diagram Pareto dikembangkan oleh Vilfredo Frederigo Samoso pada akhir abad ke-19 merupakan pendekatan logic dari tahap awal pada proses perbaikan suatu situasi yang digambarkan dalam bentuk histogram yang dikenal sebagai konsep vital few and the trivial many untuk mendapatkan menyebab utamanya. Diagram Pareto telah digunakan secara luas dalam kegiatan kendali mutu untuk menangani kerangka proyek; proses program; kombinasi pelatihan, proyek dan proses, sehingga sangat membantu dan memberikan kemudahan bagi para pekerja dalam meningkatkan mutu pekerjaan.


Manfaat Diagram Pareto

        Diagram Pareto merupakan metode standar dalam pengendalian mutu untuk mendapatkan hasil maksimal atau memilih masalah-masalah utama dan lagi pula dianggap sebagai suatu pendekatan sederhana yang dapat dipahami oleh pekerja tidak terlalu terdidik, serta sebagai perangkat pemecahan dalam bidang yang cukup kompleks. Diagram Pareto merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah).  Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk mem¬bandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses, sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses

        Diagram Pareto dibuat berdasarkan data statistik dan prinsip bahwa 20% penyebab bertanggungjawab terhadap 80% masalah yang muncul atau sebaliknya. Kedua aksioma tersebut menegaskan bahwa lebih mudah mengurangi bagian lajur yang terletak di bagian kiri diagram Pareto daripada mencoba untuk menghilangkan secara sistematik lajur yang terletak di sebelah kanan diagram. Hal ini dapat diartikan bahwa diagram Pareto dapat menghasilkan sedikit sebab penting untuk meningkatkan mutu produk atau jasa. Keberhasilan penggunaan diagram Pareto sangat ditentukan oleh partisipasi personel terhadap situasi yang diamati, dampak keuangan yang terlihat pada proses perbaikan situasi dan penetapan tujuan secara tepat. Faktor lain yang perlu dihindari adalah jangan membuat persoalan terlalu kompleks dan juga jangan terlalu mencari penyederhanaan pemecahan.

        Tahapan penggunaan dari Diagram Pareto adalah mencari fakta dari data ciri gugus kendali mutu yang diukur, menentukan penyebab masalah dari tahapan sebelumnya dan mengelompokkan sesuai dengan periodenya, membentuk histogram evaluasi dari kondisi awal permasalahan yang ditemui, melakukan rencana dan pelaksanaan perbaikan dari evaluasi awal permasalahan yang ditemui, melakukan standarisasi dari hasil perbaikan yang telah ditetapkan dan menentukan tema selanjutnya.

        Pareto chart sangat tepat digunakan jika menginginkan hal-hal berikut ini:
1.    Menentukan prioritas karena keterbatasan sumberdaya
2.    Menggunakan kearifan tim secara kolektif
3.    Menghasilkan consensus atau keputusan akhir
4.    Menempatkan keputusan pada data kuantitatif



Prinsip Diagram Pareto

        Prinsip Pareto juga dikenal sebagai aturan 80/20 dengan melakukan 20% dari pekerjaan bisa menghasilkan 80% manfaat dari pekerjaan itu. Aturan 80/20 dapat diterapkan pada hampir semua hal, seperti:
    * 80% dari keluhan pelanggan timbul 20% dari produk atau jasa.
    * 80% dari keterlambatan jadwal timbul 20% dari kemungkinan penyebab penundaan.
    * 20% dari produk atau account untuk layanan, 80% dari keuntungan Anda.
    * 20% dari-tenaga penjualan menghasilkan 80% dari pendapatan perusahaan Anda.
    * 20% dari cacat sistem penyebab 80% masalah nya.

        Prinsip Pareto untuk seorang manajer proyek adalah mengingatkan untuk fokus pada 20% hal-hal yang materi, tetapi tidak mengabaikan 80% masalah. Berikut Hukum Pareto dalam bentuk visual:

  Umumnya Diagram Pareto merupakan diagram batang tempat batang tersebut diurutkan mulai dari yang terbanyak sampai terkecil.  Diagram Pareto memiliki banyak aplikasi dalam bisnis dan pekerjaan. Demikian halnya Diagram Pareto dapat diaplikasikan dalam kontrol kualitas. Ini adalah dasar bagi diagram Pareto, dan salah satu alat utama yang digunakan dalam pengendalian kualitas total dan Six Sigma.Satu persatu masalah di breakdown berdasarkan kategori masing – masing. item Diagram Pareto yaitu :
•    Apa (what). Apa saja yang menjadi penyebab masalah tersebut?
•    Kapan (when).Kapan masalah tersebut paling sering muncul
•    Di mana (where).Dimana masalah tersebut paling sering muncul?
•    Siapa (who).Siapa orang atau kelompok yang mengalami paling banyak masalah?
•    Mengapa (why). Mengapa masalah tersebut banyak terjadi?
•    Bagaimana (how).Bagaimana masalah tersebut bisa terjadi?
•    Berapa biayanya (how much).
•    Masalah mana yang biayanya paling besar? / atau berapa besar biasa yang sudah ditimbulkan?



Cara Membuat Diagram Pareto

        Ada delapan tahap yang tercakup dalam pembuatan diagram Pareto, seperti :
a)  Kumpulkanlah sebanyak mungkin data yang menunjukkan sifat dan frekuensi peristiwa tersebut.
b)  tentukan kategori yang akan digunakan untuk menganilisa data tersebut.
c)  alokasikan frekuensi peristiwa menjadi kategori yang berbeda.
d)  hitunglah frekuensi tersebut ke dalam prosentase.
e)  buatlah diagram batang.
f)   kemudian urutkanlah diagram batang tersebut mulai dari yang terbanyak.
g)  ceklah dampak pareto dalam diagram batang tersebut.
h)  apabila dampak pareto jelas, ambil tindakan pada item / fakto yang paling umum.

Penyusunan Diagram Pareto dapat juga menggunakan  enam langkah berikut ini:
Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.
Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik  karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.
Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang terbesar hingga yang terkecil.
Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.
Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing- masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.

Selasa, 29 Oktober 2013

Teknik Dasar Belajar Menggunakan Kamera DSLR Untuk Pemula

Setelah lama browsing sana-sini, akhirnya ketemu juga artikel tentang fotografi basic yang menurutku perlu diketahui oleh fotografer pemula / hobbist (baru belajar).

Monggo disimak artikel dari bebek_factory yang aku sadur dari kaskus berikut ini :

Fotografi:
Fotografi ( Photography ) berasal dari kata Foto ( Cahaya ) dan Graphia ( menulis / menggambar ), sehingga dapat diartikan bahwa fotografi adalah suatu teknik menggambar dengan cahaya. Atas dasar tersebut, jelas bahwa cahaya sangat berperan penting dan menjadi sumber utama dalam memperoleh gambar.

Kamera SLR:

Kamera SLR ( Single Lens Reflex ) atau D-SLR ( Digital ) merupakan kamera dengan jendela bidik ( viewfinder ) yang memberikan gambar sesuai dengan sudut pandang lensa melalui pantulan cermin yang terletak di belakang lensa. Pada umumnya kamera biasa memiliki tampilan dari jendela bidik yang berbeda dengan sudut pandang lensa karena jendela bidik tidak berada segaris dengan sudut pandang lensa.

Fotografi berkaitan erat dengan cahaya, maka kamera berfungsi untuk mengatur cahaya yang ditangkap image sensor ( sensor gambar pada kamera digital atau film pada kamera konvensional ). Untuk mengatur cahaya, terdapat 2 hal mendasar dalam kamera, yakni Shutter Speed ( Kecepatan Rana ) dan Aperture ( Diafragma ).

Shutter Speed :

Shutter speed atau kecepatan rana merupakan kecepatan terbukanya jendela kamera sehingga cahaya dapat masuk ke dalam image sensor. Satuan daripada shutter speed adalah detik, dan sangat tergantung dengan keadaan cahaya saat pemotretan. Semisal cahaya terang pada siang hari, maka shutter speed harus disesuaikan menjadi lebih cepat, semisal 1/500 detik. Sedangkan untuk malam hari yang cahayanya lebih sedikit, maka shutter speed harus disesuaikan menjadi lebih lama, semisal 1/5 detik. Hal ini sekaligus menjelaskan mengapa foto pada malam hari cenderung buram, bahwa shutter speed yang lebih lambat memungkinkan pergerakan kamera akibat getaran tangan menjadikan cahaya bergeser sehingga foto menjadi buram / blur.
Apperture :

Aperture atau diafragma merupakan istilah untuk bukaan lensa. Apabila diibaratkan sebagai jendela, maka diafragma adalah kiray / gordyn yang dapat dibuka atau ditutup untuk menyesuaikan banyaknya cahaya yang masuk. Pada kamera aperture dilambangkan dengan huruf F dan dengan satuan sebagai berikut:
f/1.2
f/1.4
f/1.8
f/2.0
f/2.8
f/3.5
f/4.0
dst…

Semakin kecil angka satuan maka akan semakin besar bukaan lensa ( f/1.4 lebih besar bukaannya dibandingkan dengan f/4.0 ).
Gambar Aperture pada lensa

Jadi, korelasi antara shutter speed dan aperture adalah bahwa semakin besar bukaan lensa, maka shutter speed akan semakin cepat, sebaliknya semakin kecil bukaan lensa, maka shutter speed akan semakin melambat.

Mode pada kamera DSLR :

Setiap kamera punya istilah masing – masing untuk pengaturan mode. Berikut dijelaskan untuk beberapa tipe kamera saja.

Nikon D70:
Pada kamera Nikon D70 terdapat 11 mode pemotretan:

M= Full Manual
Pada mode ini pengaturan kamera sepenuhnya manual, baik shutter speed, aperture, ISO, dsb.

A= Aperture Priority
Pada mode ini aperture dapat diatur sesuai dengan kehendak, namun shutter speed akan mengimbangi secara otomatis akan kebutuhan cahaya sesuai dengan besar aperture.

S= Shutter Priority
Pada mode ini shutter speed dapat diatur sesuai dengan kehendak, namun aperture akan mengimbangi secara otomatis kebutuhan cahaya yang sesuai dengan shutter speed.

P= Program
Pada mode ini baik aperture maupun shutter speed akan mengkalkulasi secara otomatis sesuai dengan kebutuhan cahaya, hanya saja pada mode ini tingkat exposure dapat diatur sesuai dengan kehendak.

Auto
Mode auto merupakan mode dimana kamera secara penuh mengatur akan segala kebutuhan pengaturan, dengan kata lain pada mode ini fotografer tinggal “jepret” saja.

Portrait
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan portrait ( foto manusia ), seperti penggunaan tonal warna untuk skin tone, dsb.

Landscape
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto pemandangan ( landscape), seperti tone warna yang lebih vivid atau lain sebagainya.

Macro
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto macro ( jarak dekat sehingga objek tampak lebih besar ), seperti fokus lensa yang lebih disesuaikan.

Moving Object
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan pemotretan objek yang bergerak, sehingga fokus lensa akan lebih cepat bergerak menyesuaikan dengan pergerakan objek.

Night Landscape
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto pemandangan pada malam hari.

Night Portrait
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto portrait malam hari atau cahaya redup.

Canon 350D:

Pada kamera Canon 350D terdapat 12 mode pemotretan:

A-DEP= Automatic Depth of Field
Pada mode ini, pengaturan fokus foreground dan background diatur secara otomatis oleh kamera sehingga lebih memungkinkan untuk menghasilkan foto yang tajam baik pada foreground maupun background.

M= Full Manual
Pada mode ini pengaturan kamera sepenuhnya manual, baik shutter speed, aperture, ISO, dsb.

Av= Aperture Value Priority
Pada mode ini aperture dapat diatur sesuai dengan kehendak, namun shutter speed akan mengimbangi secara otomatis akan kebutuhan cahaya sesuai dengan besar aperture.

Tv= Time Value Priority
Pada mode ini shutter speed dapat diatur sesuai dengan kehendak, namun aperture akan mengimbangi secara otomatis kebutuhan cahaya yang sesuai dengan shutter speed.

P= Program
Pada mode ini baik aperture maupun shutter speed akan mengkalkulasi secara otomatis sesuai dengan kebutuhan cahaya, hanya saja pada mode ini tingkat exposure dapat diatur sesuai dengan kehendak.

Auto
Mode auto merupakan mode dimana kamera secara penuh mengatur akan segala kebutuhan pengaturan, dengan kata lain pada mode ini fotografer tinggal “jepret” saja.

Portrait
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan portrait ( foto manusia ), seperti penggunaan tonal warna untuk skin tone, dsb.

Landscape
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto pemandangan ( landscape), seperti tone warna yang lebih vivid atau lain sebagainya.

Macro
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto macro ( jarak dekat sehingga objek tampak lebih besar ), seperti fokus lensa yang lebih disesuaikan.

Moving Object
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan pemotretan objek yang bergerak, sehingga fokus lensa akan lebih cepat bergerak menyesuaikan dengan pergerakan objek.

Night Scene
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto pada malam hari.

No Flash
Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun apabila pada mode auto lainnya built in flash akan otomatis pop up apabila cahaya dirasa kurang, pada mode ini built in flash tidak akan menyala sama sekali, sehingga shutter speed dan aperture akan lebih berperan untuk mengimbangi kebutuhan cahaya.

Pengaturan Cahaya

Setiap kamera memiliki light meter yang berfungsi mendeteksi intensitas cahaya. Sebelum menekan tombol shutter, apabila menggunakan kamera pada mode manual ada baiknya memperhatikan exposure meter terlebih dahulu. Berikut gambar exposure indicator:

Tampak pada gambar di atas bar yang mengindikasikan exposure. Apabila ingin menghasilkan foto dengan cahaya yang baik, letakan bar pada posisi tengah ( normal exposure ), namun apabila menghasilkan foto yang lebih terang, geser bar ke arah tanda + ( menjadi over exposure ), dan sebaliknya, untuk hasil foto yang lebih gelap geser bar ke arah – ( menjadi under exposure ).

Teknik Fotografi

1. Dept Of Field

Depth of field atau sering disingkat menjadi DOF merupakan salah satu teknik fotgrafi yang paling dasar. Setiap foto memiliki kedalaman ( depth ) yang terbagi atas foreground ( depan ) dan background ( belakang ). Fokus pada lensa kamera dapat dikendalikan atau diarahkan pada objek tertentu. Pengendalian Depth of Field berguna untuk membatasi fokus pada foto dan lebih memberi kesan hidup pada foto.

Contoh berikut menunjukan DOF pendek dengan fokus pada foreground:

Contoh berikut menunjukan DOF pendek dengan fokus pada background:
Contoh berikut menunjukan foto DOF panjang / dalam, dengan fokus pada foreground dan background.
Berikut contoh perbandingan hasil foto pada panjang fokal lensa dan diafragma yang berbeda:
2. Freeze

Setelah memahami DOF yang berkaitan dengan aperture, kali ini akan dijelaskan tentang freeze, dimana sangat berkaitan erat dengan shutter speed. Foto freeze bertujuan untuk mengabadikan suatu moment dengan gerakan cepat sehingga dapat tertangkap oleh kamera sebagai gambar diam, seperti foto tetesan air, ledakan, atau foto ketika orang sedang melompat dan lain sebagainya. Yang paling utama dalam mendapatkan foto freeze adalah mengatur shutter speed secepat mungkin ( misal 1/500 detik, 1/1000 detik, hingga 1/8000 detik ). Karena tuntutan shutter speed yang cepat, maka tentunya cahaya yang dibutuhkan sangat banyak, maka dari itu biasanya foto freeze amatir lebih banyak dilakukan di ruang terbuka pada siang hari dimana cahaya matahari bersinar terang. Bukan tidak mungkin untuk memperoleh foto freeze pada malam hari atau cahaya yang minim, namun peralatan pendukung mutlak diperlukan seperti flash atau bahkan lampu studio dengan kecepatan singkronisasi yang tinggi pula.

Berikut contoh foto freeze:

foto 1 ( dengan flash ):

foto 2 ( outdoor dengan matahari ):

Pertanyaan yang sering dilontarkan:

1. Mengapa foto yang dihasilkan gelap?
Jawab: Karena cahaya yang ada kurang memadai, sehingga foto menjadi under exposure. Coba untuk naikan ISO agar shutter speed dapat menjadi lebih cepat.

2. Mengapa masih tampak pergerakan / gambar yang dihasilkan buram?
Jawab: Bisa jadi karena shutter speed kurang cepat mengimbangi kecepatan objek, namun apabila buram bisa jadi juga karena fokus lensa tidak tepat jatuh pada objek


Minggu, 27 Oktober 2013

MAKALAH MANAJEMEN KINERJA tentang PENILAIAN KINERJA

MAKALAH MANAJEMEN KINERJA
tentang
 PENILAIAN KINERJA
 



Oleh    :
Nur afandi
11.312.013



universitas MUHAMMADDIYAH GRESIK
JURUSAN EKONOMI PRODI MANAJEMEN
2013

KATA  PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah Manajemen Kinerja dengan judul Pentingnya Penilaian Kinerja ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih kurang sempurna  oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Akhirnya melalui kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusun mengharapkan semoga makalah ini berguna bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.

                                                                    Gresik, 10 Januari 2013

                                                                                                       Penyusun



DAFTAR ISI

                                                                                                                                    Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I.     PENDAHULUAN........................................................................................ .. 1
BAB II.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penilaian Kinerja ...................................................................... 2
C.     Kriteria penilaian manajemen kinerja.......................................................   7
D.    Pengukuran Kinerja..................................................................................   8
E.     Syarat-syarat Berkualitasnya Penilaian Kinerja ......................................... 8
F.      Unsur-unsur Kunci dalam Penilaian Kinerja ............................................ 10
BAB III.  KESIMPULAN ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi melalui industrialisasi, perdagangan, real estate, asuransi, perbankan, bisnis jasa maupun pengembangan agrobisnis yang berorientasi pada akumulasi modal, ataupun pembangunan di sektor lainnya dan pemerataan pendapatan tercermin diantaranya dalam produktivitas nasional sebagai salah satu indikator kinerja sebuah bangsa. Dalam kaitan itu, orang-orang mulai melihat pentingnya melakukan usaha nyata secara produktif, efisien, dan efektif dalam setiap kehidupan. Oleh karena itu, orang-orang mulai memikirkan cara-cara yang benar dalam berkarya atau bekerja untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sesuai dengan harapan mereka masing-masing. Mengingat pentingnya sumber daya manusia (SDM) di antara faktor-faktor produksi lain, perusahaan melakukan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan demi tercapainya kinerja yang diharapkan. Dengan kinerja karyawan yang tinggi diharapkan dapat memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kinerja dan kemajuan perusahaan.
Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam berbagai bidang sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak dapat ditunda. Di masa krisis yang melanda seperti saat ini, justru kita seharusnya lebih menyadari bahwa kita dituntut untuk memiliki kemampuan dalam membuat rencana pengembangan SDM yang berkualitas. Bila saatnya nanti kita berhasil mengatasi krisis moneter, SDM kita hendaknya telah siap untuk memasuki era persaingan bebas sebagai era pertukaran barang dan jasa tanpa batas sehingga SDM yang ada telah siap bersaing dengan SDM negara-negara tetangga serta SDM dari negara-negara ekonomi maju.
Dalam upaya mengatasi permasalahan yang kompleks ini, manajemen dapat melakukan perbaikan ke dalam, yang salah satunya melalui pengembangan SDM. Perbaikan kondisi internal ini sekaligus bertujuan untuk memperkuat diri dan meningkatkan daya tahan dalam menghadapi persaingan lokal dan global yang pasti akan semakin ketat. Ini artinya perusahaan harus memperbaiki kinerja perusahaannya melalui perbaikan kinerja karyawannya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Penilaian Kinerja
Bekerja merupakan kegiatan manusia untuk mengubah keadaan tertentu dari suatu alam lingkungan. Perubahan itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mempertahankan hidup, dan memelihara hidup yang pada dasarnya untuk memenuhi tujuan hidup. Tujuan hidup melalui bekerja meliputi tujuan yang khusus dan pengelompokan kerja yang menimbulkan rasa berprestasi (sense of an accomplishment) dalam diri individu pekerja tersebut. Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa material, tetapi juga bersifat nonmaterial. Di dalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan, tiap individu cenderung akan dihadapkan pada hal-hal baru yang mungkin tidak diduga sebelumnya sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Dalam proses bekerja itulah, seseorang dapat dilihat kinerjanya.
Sementara itu, kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner – Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu : (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understanding); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). Beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan kita tentang kinerja.
1.      Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992).
2.      Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin: 1987)
3.      Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).
4.      Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard: 1993).
5.      Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio:1992).
6.      Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).
7.      Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakni: (a) tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) Ciri Individu (Robbin 1996).
8.      Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn: 1991).
9.      Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity (O), yaitu kinerja = f (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan (Robbins:1996). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat.
Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) dimana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusaan secara legal, tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (1) kemampuan; (2) keinginan; dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai.
Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni: (1) kepribadian; (2) status dan senioritas; (3) kecocokan dengan minat; dan (4) kepuasan individu dalam hidupnya.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
Dari pandangan tersebut kinerja mempunyai empat aspek, yaitu : (1) kemampuan; (2) penerimaan tujuan perusahaan; (3) tingkatan tujuan yang dicapai; 4) interaksi antara tujuan dan kemampuan para karyawan dalam perusahaan, dimana masing-masing elemen tersebut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kinerja seorang karyawan, pengetahuan bidang tugas pekerja yang bersangkutan sangat penting. Dengan demikian faktor-faktor yang menandai kinerja adalah hasil   ketentuan : (1) kebutuhan yang dibuat pekerja; (2) tujuan yang khusus; (3) kemampuan; (4) kompleksitas; (5) komitmen; (6) umpan balik; (7) situasi; (8) pembatasan; (9) perhatian terhadap kegiatan;     (10) usaha; (11) ketekunan;  (12) ketaatan; (13) kesediaan untuk berkorban; dan (14) memiliki standar yang jelas.
Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Analisis kinerja perlu dilakukan secara terus-menerus melalui proses komunikasi antara karyawan dengan pimpinan. Untuk itu, ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja karyawan, yaitu : (1) tugas karyawan; (2) perilaku karyawan; dan (3) ciri-ciri karyawan. Suatu perusahaan tidak bisa hanya sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan pantas digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu, sistem performance evaluation dapat mengidentifikasi peningkatan yang diperlukan pada SDM yang berhubungan dengan analisis dan penempatan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan karier, dan lain-lain. Disamping itu, performance evaluation sangat penting untuk memfokuskan karyawan terhadap tujuan strategis dan untuk penempatan, untuk penggantian perencanaan dan tujuan untuk pelatihan dan pengembangan. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja atau performance evaluation merupakan :
1.      Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kinerja;
2.      Satu cara untuk penilaian kinerja dengan melakukan penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan;
3.      Alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan.
B.     Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1.      Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2.      Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3.      Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4.      Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5.      Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6.      Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7.      Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
8.      Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif.
9.      External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10.  Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.

Berdasarkan kesepuluh tujuan di atas, pihak manajemen Perusahaan Daerah Air Minum Kota Surabaya seperti yang diutarakan oleh Direktur Utama pada saat presentasi laporan magang mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Airlangga bulan Agustus 2004 mengarahkan tujuan penilaian kinerjanya untuk:
1.      Memberikan feedback bagi pegawai dan urusan kepegawaian
2.      Dipergunakan sebagai pertimbangan penentuan sistem reward (namun pada kenyataannya berdasarkan hasil penilaian kinerja periode Desember 2004, justru penilaian kinerja sebagai pertimbangan penentuan punishment bagi pegawai yang kinerjanya kurang baik)
3.      Dipergunakan sebagai pertimbangan promosi dan rotasi pegawai
4.      Dipergunakan sebagai sumber informasi tentang kebutuhan pelatihan dan pengembangan pegawai.

C.       Kriteria Manajemen Penilaian Kinerja
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
a.       Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b.      Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c.       Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d.      Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e.       Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f.       Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian kinerja. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah people-based criteria, product-based criteria, behaviour-based criteria.
a.       People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga banyak digunakan untuk selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan intelektual, dan keterampilan.
b.      Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people -based criteria. Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output yang ingin dicapai.
c.       Behaviour-based criteria mempunyai banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau teknis. Kriteria ini dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai dengan aspek-aspek tersebut.

D.       Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya yang terjadi.
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.

E.       Syarat-syarat Berkualitasnya Penilaian Kinerja
1.      Input (potensi)
Agar penilaian kinerja tidak bias dan dapat mencapai sasaran sesuai dengan yang dikehendaki oleh perusahaan, maka perlu ditetapkan, disepakati, dan diketahui faktor-faktor yang akan dinilai/dievaluasi sebelumnya sehingga setiap karyawan yang ada dalam perusahaan telah mengetahui dengan pasti faktor-faktor apa yang dinilai. Dengan demikian, akan tercipta ketenangan kerja. Perlu ada kejelasan ruang lingkup pengukuran, seperti berikut ini.
a.       Who ?
Pertanyaan ini mencakup hal-hal berikut ini.
1)      Siapa yang harus dinilai ?
2)      Siapa yang harus menilai ?
b.      What ?
Apa yang harus dinilai ? pertanyaan ini mencakup hal-hal berikut ini.
1)      Objek atau materi yang dinilai.
2)      Dimensi waktu.
c.       Why ?
Mengapa penilaian kinerja itu harus dilakukan ?
Hal ini digunakan untuk :
1)      Memelihara potensi kerja;
2)      Menentukan kebutuhan pelatihan;
3)      Dasar untuk pengembangan karir;
4)      Dasar untuk promosi jabatan.
d.      When ?
Waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan secara formal dan informal
e.       Where ?
Penilaian kinerja dapat dilakukan pada dua tempat, berikut ini.
1)      Di tempat kerja (on the job evaluation)
2)      Di luar tempat kerja (off the job evaluation)
f.       How ?
Bagaimana penilaian dilakukan, yaitu dengan menggunakan metode tradisional atau metode modern.
Setelah beberapa pertanyaan di atas dapat dijawab dan semakin jelas bagi  karyawan, supervisor, maupun perusahaan, hal-hal berikut ini perlu pula ditetapkan sejak awal sebelum seorang karyawan akan dinilai.
a.    Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur secara cermat dan tepat.
b.    Standar pekerjaan seharusnya dapat diterima oleh karyawan sebagai standar pekerjaan yang masuk akal (dapat dicapai dengan upaya tertentu). Selain itu, dalam menyusun formulir evaluasi serta faktor-faktor yang akan dinilai harus disesuaikan dengan bidang tugas dan tanggung jawab karyawan.
2.      Proses (pelaksanaan)
Dalam fase pelaksanaan, proses konsultasi dengan sebanyak mungkin individu dan kelompok harus dilakukan, untuk menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja dapat dihubungkan secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik sehingga dapat berjalan dengan baik. Proses tersebut dapat dilakukan melalui sarana-sarana berikut ini.
a.       Briefing (penjelasan singkat)
b.      Pelatihan
c.      Output (hasil)
1.      Pendefinisian misi, penetapan tujuan dan sasaran perusahaan. Pendefinisian misi bertujuan :
a.       Meyakinkan adanya satu kesatuan tujuan di dalam perusahaan;
b.      Menyediakan dasar untuk memotivasi penggunaan sumber daya perusahaan;
c.       Mengembangkan suatu dasar, atau standar dalam rangka mengalokasikan sumber daya perusahaan;
d.      Melaksanakan suatu irama yang umum atau iklim perusahaan yang umum.
e.       Menyediakan dasar identifikasi tujuan dan arah perusahaan;
f.       Mengakomodasi proses penerapan tujuan dan sasaran ke dalam struktur kerja yang terlibat serta penugasan pihak-pihak yang bertanggung jawab di dalam perusahaan;
g.      Menetapkan tujuan-tujuan perusahaan secara khusus.
Untuk dapat merumuskan misi suatu perusahaan dengan tepat dan jelas, dapat menggunakan acuan utama, yaitu :
a.       Visi perusahaan;
b.      Jenis perusahaan;
c.      Jenis usaha.
Penetapan tujuan dan sasaran perusahaan merupakan hasil pengkajian pernyataan misi yang berisi suatu kebijakan jangka panjang tertentu yang akan dilakukan dalam upaya mencapai hasil yang telah ditetapkan. Sasaran sedapat mungkin ditetapkan dengan menggunakan ukuran-ukuran kuantitatif maupun kualitatif sehingga pencapaian sasaran dapat diukur dengan jelas dan mudah.
2.      Penetapan rencana strategis dan kebijakan operasional perusahaan
Perencanaan strategis merupakan proses berkesinambungan suatu pengambilan keputusan yang mengandung risiko. Perencanaan strategis membantu pengambilan keputusan untuk memilih secara rasional di antara berbagai kemungkinan, sumber daya yang harus dialokasikan, sejalan dengan tujuan dan sasaran, serta hasil yang diharapkan dari perusahaan yang bersangkutan.
Perencanaan strategis mencakup :
a.       Analisis lingkungan untuk menentukan kendala dan kesempatan yang spesifik;
b.      Penilaian untuk menentukan kemampuan dan sumber daya utama yang dapat digunakan untuk mengembangkan strategi yang kompetitif dengan situasi yang ada;
c.       Integrasi kemampuan dan sumber daya yang khusus dengan kesempatan tertentu dalam lingkungan perusahaan;
d.      Penetapan tujuan dan sasaran perusahaan;
e.      Penciptaan beberapa kebijakan, rencana, program, dan tugas pokok perusahaan dan masing-masing departemen untuk menyukseskan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.


3.      Penetapan dan pengembangan indikator-indikator kinerja
Indikator kinerja merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur. Untuk perusahaan yang baru pertama kali melakukan pengukuran kinerja dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
a.       Meneliti tugas pokok dan fungsi perusahaan;
b.      Meneliti tujuan kebijakan dan program-program yang ada pada perusahaan;
c.       Meneliti sasaran program, sasaran pelaksanaan tugas dan target-target yang ditetapkan oleh kantor pusat (bagi kantor cabang atau kantor wilayah);
d.      Membuat daftar, indicator outcome;
e.       Membuat daftar variabel-variabel masukan dan proses;
f.       Memilih indikator-indikator yang diinginkan.
4.      Pengukuran kinerja dan penilaian hasil pengukuran
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja adalah sebagai berikut.
a.       Penetapan indikator kinerja, dengan memerhatikan :
1)      Karakteristik indikator kinerja yang baik
2)      Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus :
a)      Menggambarkan hasil atau pencapaian hasil;
b)      Merupakan indikator di dalam wewenangnya (uncontrollable);
c)      Mempunyai dampak negatif yang rendah;
d)     Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada;
e)      Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif.
b.      Cara pengukuran kinerja
c.      Penilaian kinerja
5.      Pelaporan hasil-hasil secara formal
Pelaporan hasil pengukuran kinerja mempunyai dua fungsi, yaitu :
a.       Sebagai pertanggungjawaban atas hasil yang dicapai, proses yang dilakukan, dan sumber daya yang telah dipercayakan untuk dikelola;
b.      Sebagai umpan balik dalam rangka meningkatkan kinerja di masa yang akan datang.
6.      Penggunaan informasi kinerja
Informasi kinerja digunakan sebagai sarana untuk menilai keberhasilan/kegagalan pencapaian kinerja pada suatu periode tertentu sebagai pertanggungjawaban penggunaan sumber daya (input) yang telah dikuasakan pada suatu perusahaan tertentu. Selain itu, informasi kinerja digunakan juga sebagai umpan balik (feedback) sebagai sarana untuk meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.














BAB III
KESIMPULAN
1.        Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Dalam dunia kompetitif yang mengglobal, perusahaan-perusahaan membutuhkan kinerja tinggi. Pada waktu yang sama, para karyawan membutuhkan umpan balik tentang kinerja mereka sebagai petunjuk untuk mempersiapkan perilaku masa depan.
2.        Penilaian seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hasil lainnya.
3.        Syarat-syarat berkualitasnya penilaian kinerja terdiri dari :
1)  Input (potensi);
2)  Proses (pelaksanaan);
3)  Output (hasil).
4.   Unsur-unsur kunci dalam penilaian kinerja :
1)    Pendefinisian misi, penetapan tujuan dan sasaran-sasaran perusahaan
2)    Penetapan rencana strategis dan kebijakan operasional perusahaan
3)    Penetapan dan pengembangan indikator-indikator kinerja
4)    Pengukuran kinerja dan penilaian hasil pengukuran
5)    Pelaporan hasil-hasil secara formal
6)    Penggunaan informasi kinerja






DAFTAR PUSTAKA
Mangkuprawira, Sjafri., 2009. Horison Bisnis, Manajemen dan Sumber Daya Manusia. PT. Gramedia. Jakarta.

Mangkuprawira, Sjafri., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik.                 Ghalia Indonesia. Jakarta.

Rivai, Veithzal, dkk., 2008. PERFORMANCE APPRAISAL : Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Wirawan, 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Salemba Empat. Jakarta